Halo Kawan Aksara,
Tahu tidak, kalau tahun 2024,
adalah peringatan ulang tahun ke-100 sastrawan legendaris Indonesia, Ali Akbar
Navis. Ali Akbar Navis yang lebih dikenal dengan A.A. Navis ini adalah sastrawan
asal Sumatera Barat yang punya banyak karya novel dan cerpen yang meraih
penghargaan nasional dan internasional. Ia memiliki 65 karya dalam bentuk
cerpen dan novel. Salah satunya yang paling terkenal adalah cerpen Robohnya
Surau Kami.
Baca Juga: Tips Menulis Dongeng Kearifan Lokal
Menurut UNESCO, A.A. Navis adalah
sastrawan Indonesia yang perlu dikenang karena karya-karya beliau telah
mengantarkan masyarakat Indonesia menjadi lebih beradab dan berbudaya. Karya-karya
A.A. Navis dianggap tetap relevan dengan kondisi sosial dan politik masyarakat
Indonesia zaman sekarang. Karya beliau menembus zaman.
Baca Juga: Mengenang NH. Dini
Aku suka karya-karya A.A. Navis sejak dulu karena ceritanya itu terkadang lucu, bikin miris, penuh satir, juga sarat kearifan lokal terutama masyarakat Minang di Sumatera Barat. Seperti cerpen Jodoh tentang seorang lelaki Minang yang sudah uzur berhasil melawan ketakutannya untuk menikah.
Ia mengirim surat untuk seorang
perempuan di rubrik kontak jodoh sebuah koran. Setelah bertemu, ternyata
perempuan itu tetangganya. Akhirnya, ia bahagia menikahi perempuan itu. Ia
merasa senang tinggal di rumah mertua karena sistem matrilineal dan terpenuhi
kebutuhan hidupnya tanpa harus bekerja keras.
Mas Emha Narasumber diskusi |
A.A. Navis suka menyentil
masyarakat Indonesia, jangan hanya suka beribadah. Tapi, juga harus rajin
beramal, membantu sekelilingnya yang membutuhkan. Sibuk berzikir seharian tapi
lupa ada anak dan istri yang perlu dihidupi.
Baca Juga: Bedah Buku Kelingan
Bagaimana engkau bisa beramal,
jika engkau miskin? Begitu tulisan beliau dalam cerpen Robohnya Surau Kami.
Ia adalah pencerita dan pencemooh
yang andal. Hobinya mengkritik dalam bahasa halus. A.A. Navis menggunakan bahasa
halus dan humor saat menulis untuk menghindari tekanan dari penguasa Orde Baru.
Narasumber pertama diskusi ini adalah M. Haryanto yang juga dikenal sebagai Emha Jayabrata, dosen seni teater di Universitas Pekalongan serta Amaliyatul Hidayah Roqiq, salah satu Duta Bahasa Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan moderator adalah Mustika Maharani Alamsyah, Duta Bahasa Jateng.
Menurut Mas Emha A.A. Navis suka menulis berupa sindiran, juga masalah sosial. politik, dan nilai keislaman. Bahwa agama tak hanya urusan ibadah tapi juga kesalehan sosial. Bagaimana seseorang bermanfaat untuk lingkungan sekitarnya.
Mbak Amaliya Duta Bahasa Jateng |
Level yang lebih tinggi dari ketaatan syariah adalah level makrifat, jangan sampai merasa lebih baik daripada orang lain. A.A. Navis bukanlah penulis biasa tapi penulis yang bisa membaca zaman. Dalam karyanya, A.A. Navis ingin mengingatkan pembaca bahwa masalah kita sebenarnya adalah senang terjebak masa lalu dan cemas berlebihan akan masa depan.
Sebenarnya, menurut A.A. Navis,
asal kita mempersiapkan hari ini dengan sebaik-baiknya, bekerja dan beribadah
dengan baik maka kita tak perlu was-was akan masa depan. Allah SWT sudah
mempersiapkan masa depan yang baik untuk umatnya. A.A. Navis mengingatkan pembaca
untuk yuk pulang dengan kesadaran diri.
Bareng Bu Wati anggota Kelingan |
Seorang peserta diskusi bertanya,
apa yang bisa kita terapkan dari karya A.A. Navis zaman sekarang? Menurut Mas Emha, utamakan nilai kemanusiaan. Dahulukan kepekaan manusia pada
murid-murid barulah mengajarkan teknis menulis. Asah kepekaan anak-anak kita
dengan mengamati kehidupan masyarakat sekelilingnya. Tumbuhkan empati pada
orang miskin dan yang membutuhkan bantuan kita. Barulah, kita ajarkan mereka tentang
teknis menulis agar bisa menulis yang enak dibaca.
Kelingan Keluarga Literasi Ungaran bersama Narasumber Mas Emha |
Ah, banyak pelajaran yang aku petik dari kegiatan diskusi sastra A.A. Navis kemarin. Semoga, para guru, orangtua, pegiat literasi, dan pemerintah RI bersemangat untuk memperkenalkan karya-karya beliau pada anak muda penerus bangsa agar mereka mendapatkan hikmah yang besar yang terkandung dari karya-karya abadi Ali Akbar Navis.
15 Komentar
Aa. Navis sebagai penulis yang bisa membaca zaman sungguh menjadi tolok ukur bagi orang-orang peduli akan kehidupannya. Masa lalu hanya diri sendiri yang tahu, kecuali diceritakan. Masa depan memang tak ada yang tahu melainkan ikhtiae dan takdir Allah. Generasi mudah harus diperkenalkan dengan beliau supaya tahu karya sastra hebat.
BalasHapusaku belum pernah membaca karya dari A.A Navis, nama beliau bener-bener udah go internasional padahal
BalasHapustapi aku seperti pernah denger judul Robohnya Surau Kami, nah cuman lagi-lagi belum aku baca juga
menarik sekali datang ke diskusi sastra seperti ini mbak, hiks aku lama banget ga datang ke acara serupa, terakhir sepertinya waktu kuliah
dengan datang ke acara kayak gini, literasi juga nambah, apalagi buat aku yang mungkin lebih banyak baca novel macam metropop
Bagaimana engkau bisa beramal kalau engkau miskin?
BalasHapusSaya suka dan setuju banget dengan kalimat tersebut. Pernah juga menyimak pendapat beberapa ulama yang mengatakan hal sama. Dikatakan umat Islam memang seharusnya berusaha untuk jadi orang kaya. Bukan tujuan berfoya-foya. Hidup harus tetap sederhana. Tapi, kekayaannya untuk beramal.
Ingat zaman dulu sepertinya ada karya AA Navis yang disajikan di buku pelajaran sekolah, tapi ya hanya perkenalan aja. Semoga makin banyak kesempatannya ya untuk generasi muda mengenal sastrawan legendaris ini.
BalasHapusAku Dari zaman kuliah ga suka bahas mengenai sastra ga Tau kenapa membuat aku banyak mikir hahaha
BalasHapussedih sekali aku baru tahu AA Navis ini, mba buat pemula sepertiku ini yang rekomen buku untuk dibaca dari AA Navis dong
BalasHapusSepakat! Saya pun mengenalnya sebagai pengarang "Robohnya Surau Kami". Dan sebagaimana pengarang lainnya yang berasal dari Sumatera Barat, dari beberapa buku yang dikarang AA. Navis, saya seperti diajak untuk menelurusi keadaan Minangkabau di kala itu. Baik dari sisi histori, sosial, maupun budayanya. Dan menariknya, karya-karya penulis masa lalu, ceritanya masih relevan hingga saat ini.
BalasHapusKeren acaranya, semoga banyak generasi muda yang berpartisipasi di acara-acara seperti ini.
BalasHapusSemoga kegiatan diskusi sastra AA Navis juga memberikan insight pada generasi sekarang agar lebih peduli tentang literasi.
Untuk AA Navis, alhamdulillah aku dah namatin yang kumpulan Robohnya Surau Kami. Memang bergaya satire, kalau aku nangkapnya. Beliau megkritik model keberagamaan yang cenderung berat ke ukhrawi, tapi abai dengan yang duniawi. Padahalnya doanya: Rabbana atina fid-dunya hasanah, wa fil akhirati hasanah. Hehehe
BalasHapusAA Navis legend di dunia sastra, aku cukup malu karena belum membaca sebagian besar karyanya dan hanya tau beberapa seperti Robohnya Surau Kami. Setuju banget Kak, sekolah dan guru harus mengenalkan karya-karya AA Navis ke anak-anak sekarang, jangan sampai mereka tidak mengenal sastrawan besar seperti beliau.
BalasHapusAcara diskusi sastra seperti ini sangat menarik, terutama bagi penulis pemula srperti saua. Sehingga bisa menghayati dan memahami karya sastra dari penulis2 besar.
BalasHapusLuar biasa ya punya karya yang masih dibaca hingga 100 tahun. Karya abadi yang tak lekang dihapus waktu
BalasHapusDuhh coba kalo di daerahku ada kegiatan kayak gini seneng rasanya. Udah beberapa kali merekomendasiin kegiatan diskusi atau bedah buku ke dinas terkait, tapi susahnya minta ampun
BalasHapusAku agak lupa pernah baca Robohnya Surau Kami antara pas SMP atau SMA gitu mba. Pas baca tulisan ini rasanya jadi mau baca novel AA Navis lagi. :) Sastrawan dulu itu karya-karyanya memang banyak yang menembus zaman ya mba. Sampai sekarang apa yang diceritakan itu masih relevan.
BalasHapusLuar biasa ya mencapai 100 tahun. Jadi salah satu motivasi buat saya penulis pemula yang kadang semangatnya masih maju mundur karena berbagai macam kendala. Jadi terinspirasi ya
BalasHapus