Orang miskin itu tak usah neko-neko.
Tak
usah muluk-muluk punya impian segala.
Makan saja sulit kok iso-isone beli buku..
Yulianto bergeming. Ia biarkan orang-orang terus berbisik.
Omongan jahat tak lagi menyakitinya.
Ketika
itu, aku dan sahabatku Winda menyelenggarakan kelas menulis picture book di
Semarang. Ia menjadi peserta kelas menulis yang rumahnya paling jauh, Grobogan.
Sosoknya mudah dikenali karena ia satu-satunya lelaki yang jadi peserta di
pelatihan itu. Terlebih lagi, ia membawa sebuah boneka besar ke mana-mana. Siapa dia? Aku mengerutkan kening.
Baca Juga: Dari Tulisan Pendek Jadi Buku
Kesan pertama saat bertemu, orangnya agak pemalu. Ia memperkenalkan bonekanya yang bernama Nana. Aku pun bersalaman dengan Nana, yang ternyata namanya diilhami dari jurnalis ternama Indonesia dan pernah menjadi Duta Literasi Indonesia, Najwa Shihab.
Fita
Chakra yang menjadi mentor hari itu memperkenalkan kami. Lelaki sederhana
berkacamata itu bernama Yulianto Delaveras. Ia adalah seorang pendongeng dan
aktivis taman baca. Tak kusangka, sepak terjangnya untuk mewarnai dunia
literasi Grobogan sungguh di luar nalar.
Inilah
kisah tentang lelaki muda berusia 34 tahun yang berusaha menggapai cita-cita
masa kecilnya dan melampaui segala batas.
Setiap
hari kita dengar kalau hidup di Indonesia makin sulit. Harga-harga melambung.
PHK di mana-mana. Berita korupsi dan kekonyolan pejabat dan wakil rakyat
merajalela. Sampai banyak wacana di media sosial, pindah negara saja. Jadi orang
Indonesia, rasanya hari-hari kita dihabiskan untuk berusaha bertahan hidup untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Tapi,
ada yang berbeda.
Di
sudut Kabupaten Grobogan, berjarak 70an km dari ibukota Jawa Tengah, hiduplah
seorang pemuda lajang yang anomali. Ia pembaca buku yang lapar. Pikirannya terus bergerak untuk memindai
langkah bermakna.
Apa
yang bisa kulakukan untuk masyarakat Grobogan?
Grobogan
adalah kabupaten terluas di Jawa Tengah. Pendapatan terbesar masyarakat
Grobogan adalah dari pertanian. Seperti kita ketahui, pendapatan dari bertani
tidak bisa diiprediksi karena tergantung banyak faktor. Kemarau panjang
beberapa tahun belakangan mengakibatkan gagal panen. Akibatnya, angka
kemiskinan masyarakat di kabupaten ini bertambah sekitar 12.74%.
Kesulitan
ekonomi orangtua tentu berimbas pada pendidikan anak mereka. Grobogan menjadi
kabupaten nomor dua di Jawa Tengah dengan jumlah anak tidak sekolah terbanyak.
Belum lagi jumlah anak putus sekolah juga meningkat pesat. Anak-anak terpaksa bekerja mencari nafkah
sejak dini. Bahkan menikah muda. Terlilit lingkaran kemiskinan dan kebodohan
turun-temurun.
Baca Juga: Mendongeng Demi Perdamaian Maluku
Menyaksikan lingkaran kemiskinan kian kuat menjerat warga, Yulianto memutuskan bergerak. Menurutnya, buku adalah kunci keluar dari kemiskinan. Pendidikan yang baik akan mengubah pola pikir bahkan nasib seseorang.
Saat masih SD, Yulianto anak pemalu dan minder. Ia tak punya teman. Setiap jam istirahat, ia ke perpustakaan sekolah. Buku-buku di perpustakaan SD adalah sahabat paling setia untuknya. Ia menemukan banyak hal baru yang menakjubkan dari buku yang dibacanya. Ia bisa jalan-jalan ke Paris tanpa harus naik pesawat. Cukup membaca sebuah novel perjalanan ke Paris.
Buku adalah barang mewah bagi anak-anak di desanya. Jangankan buku, makan sehari-hari saja banyak yang kesulitan. Sejak itu, impian Yulianto hanya satu: punya perpustakaan agar anak-anak Sumberjosari bisa membaca dan bermimpi besar.
Orang Gila Itu Membangun Impiannya
Karena kecintaannya pada buku pula, ia mengambil jurusan Ilmu Perpustakaan di Universitas Terbuka. Sambil kuliah, ia bekerja sebagai pustakawan di sebuah sekolah negeri. Perlahan tapi pasti, Yulianto menyisihkan uang dari gajinya untuk membeli buku-buku.
Tentu
saja, sang Bapak tidak setuju. Sekarang saja, rumah reyot berukuran 6x12m itu
terasa sesak untuk mereka tinggali. Eh, ruang tamunya mau dijadikan
perpustakaan?
Gendeng
opo kowe, Le?
Yulianto gigih meminta orangtuanya untuk meluluskan permintaannya yang di
luar nalar. Hingga akhirnya, keduanya luluh menyetujui keinginan anaknya. Yulianto pun mulai
merintis taman bacaan impiannya.
Ia meminta kotak-kotak bekas telur pada tetangganya, menyulapnya menjadi lemari buku untuk rumah sekitar 150 buah bukunya. Ruang tamu berukuran 3x4 m itu akhirnya menjadi Rumah Baca Bintang yang berlokasi di Desa Sumberjosari, Karangrayung, Kabupaten Grobogan. Lewat buku, anak-anak Desa Sumberjosari akan menjadi bintang terang.
Baca Juga: Jadi Pembicara Nggak Harus Lucu
Pemuda
berkacamata itu ingin anak-anak desanya bisa mencintai buku dan mendapatkan
akses bacaan yang berkualitas. Tidak seperti dirinya dulu. Begitu dahaga akan
bahan bacaan tapi koleksi di perpustakaan sekolah sangat jauh dari kata layak.
Ia
percaya, lewat buku, anak-anak Grobogan akan bertambah wawasannya dan punya
cita-cita besar. Tidak lagi menjadi katak dalam tempurung. Kelak, mereka bisa
memperbaiki taraf hidupnya.
Kegigihannya
menyebarkan virus membaca diantara anak-anak Grobogan tentu saja tidaklah mulus
selalu. Ia dipandang sebelah mata oleh masyarakat sekitarnya. Ya, orang gila
mana yang di tengah kesederhanaan malah meminta orangtua untuk mengubah rumah sepetak
mereka jadi perpustakaan?
Ya,
Yulianto kerap dikatai gila oleh orang-orang desanya. Bagaimana tidak, ia
berasal dari keluarga sangat sederhana. Ayahnya buruh bangunan dan ibunya ibu
rumah tangga. Bukannya mencari pekerjaan bergaji besar untuk memperbaiki taraf
hidup, ia memilih mewujudkan mimpi masa kanaknya.
Rumah
Baca Bintang Lahir di Tengah Kesempitan Hidup
Ia dengan teguh meneruskan cita. Yang penting, restu orangtua menerangi langkahnya.
Itu yang terpenting. Satu-persatu,
anak-anak berdatangan. Awalnya, mereka bingung barang apa yang Yulianto pajang
di rumahnya? Yulianto pun bergerak, ia perkenalkan dunia baru itu pada
anak-anak. Ia taburkan keajaiban kata untuk mereka yang sehari-harinya berjuang
keras. Yulianto pamerkan ilustrasi buku-buku
yang indah berwarna-warni.
Uaapik
tenan, bisik mereka
terbelalak kagum.
Wuih,
gambar robot iku.
Dudu,
iku superhero!
Mereka
mulai tertarik. Buku adalah benda asing untuk anak-anak desa. Mereka
memegangnya hati-hati bak Thanos menikmati koleksi cincin akiknya.
Satu-persatu mereka meraih buku yang diminati lalu mencari posisi yang nyaman untuk melihat-lihat isinya. Hari itu, keajaiban terjadi. Anak-anak Sumberjosari membuka pintu kesempatan dan terjun bebas dalam lautan kata-kata!
Dorong Dirimu ke Titik Tertinggi
Agar lebih banyak anak-anak dan remaja tertarik mampir ke Bintang, terbersit ide di benak Yulianto untuk mengadakan sesi read aloud dan mendongeng. Tapi, siapa yang akan read aloud? Tak mungkin kan, meminta bapaknya mendongeng? Ia belum kenal siapa-siapa di dunia literasi. Ia hanya mengandalkan dirinya.
Haruskah ia maju? Membayangkannya saja, keringat dingin menetes di pelipisnya. Haha.
Yulianto pun nekad. Ia berlatih mendongeng di depan cermin. Ia juga menonton berbagai video Youtuber mendongeng dan membacakan buku cerita.
Suatu hari, Yulianto pun memberanikan diri membacakan buku di depan anak-anak.
Saat pertama kali membacakan buku, keringat dingin membasahi punggungnya. Perutnya mulas luar biasa. Kalimat yang keluar dari mulutnya terbata-bata. Ingin ia lari ke kamar dan bersembunyi di kolong ranjangnya.
Tapi, anak-anak mendengarkan dengan saksama, tertawa di bagian yang lucu dan berwajah tegang di bagian yang menakutkan. Yulianto berhasil! Iya, berhasil!
Rumah Baca Bintang Kian Tumbuh
Yulianto bersyukur, Rumah Baca Bintang diminati anak-anak dan remaja. Orang dewasa pun suka berkunjung mencari buku bacaan. Taman baca menjadi tempat nongkrong baru yang produktif warga Desa Sumberjosari. Siapa saja boleh datang dan membaca di Rumah Baca Bintang. Setiap hari, puluhan warga membaca buku di sana.
Buku-buku koleksi Rumah Baca mulai bertambah berkat donasi dari banyak pencinta buku yang senang dengan kemajuannya. Tak disangka, ternyata kegiatan membaca buku kini menjadi bagian dari kehidupan warga desa. Membaca buku tak lagi menjadi kegiatan orang kaya belaka. Buku bukan lagi suatu kemewahan karena warga desa memiliki Bintang tempat mereka memperluas wawasan lewat buku-buku.
Koleksi buku Rumah Baca Bintang menjadi 2500 buku. Yulianto memutuskan membobol kamar tidurnya untuk memperluas taman bacaan. Agar semua buku bisa ditata dan lebih banyak pengunjung yang membaca di sana. Praktis, ia tidur di tengah taman bacanya.
Menjadi
single fighter mengembangkan literasi di Grobogan tidaklah mudah.
Ia
harus melakukan segala hal sendiri. Saat
menemui kesulitan, ia memutar otak sendirian mencari jalan keluar. Manusia adalah
makhluk Tuhan yang rapuh. Terkadang, ia ingin menyerah karena terlalu lelah.
Lalu datanglah sang pencerah itu. Namanya Pak Nirwan Ahmad Arsuka.
Ia
adalah pendiri Pustaka Bergerak. Pustaka bergerak aktif mengirimkan buku-buku
hingga ke pedalaman Papua. Ia dan Pak Nirwan bersama-sama diundang sebuah acara di
Universitas Indonesia tahun 2018. Itulah hari keberuntungannya karena bisa
bertemu dengan sang guru yang dicintainya.
Ia
menemukan oase yang sejak dulu dirindukannya. Yaitu dukungan dan persahabatan
dari sesama penggiat literasi. Sejak
itu, setiap langkahnya selalu didukung Pak Nirwan dan Pustaka Bergerak. Ia
banyak belajar tentang literasi dan kerja relawan dari beliau. Ia kerap diajak
Pak Nirwan mengikuti berbagai kegiatan literasi di berbagai kota.
Pak Nirwan pula yang mengusulkan agar Yulianto menamakan bonekanya Nana, nama kecil Najwa Shihab. Ketika akhirnya Yulianto bisa bertemu langsung dengan Najwa Shihab, ia nyaris menitikkan air mata. Nikmat Allah mana yang kau dustakan?
Bangkit Saat Terhempas oleh Ujian Kehidupan
Suatu hari, ia terbangun dan mendapatkan telepon dari PMI untuk datang ke kantor. Ya, ia adalah pendonor darah di PMI selama 10 tahun. Bak disambar geledek, dokter itu menginformasikan ia menderita penyakit mematikan. Penyakit yang belum ditemukan obatnya. Yulianto lunglai seketika, ingin menjerit-jerit. Mengapa aku, Allah? Apa dosaku? Selama ini aku berusaha hidup yang baik, yang bermanfaat bagi sesama. Ia takut, marah dan putus asa.
Untunglah ada Pak Nirwan mendukungnya. Pak Nirwan bahkan menuliskan kisah Yulianto dengan indah:
Orang lain akan menyerah dan putus asa. Tapi, Yulianto memutuskan menolak kalah. Ia mengisi sisa hidupnya dengan terus bergerak dan berbagi.
Perlahan, mental Yulianto pun pulih kembali.
Yulianto
menyadari, semua pencapaiannya saat ini bukanlah hasil kerja kerasnya sendiri. Tapi berkat kuasa Allah, juga dorongan dari para penggiat literasi, donatur buku, warga Desa Sumberjosari, dan
tentu saja campur tangan sang Cikgu Nirwan Ahmad yang berpulang di tahun 2023.
Yulianto yakin, semakin banyak orang baik mengambil bagian dalam kegiatan
ini, maka kegiatan suka membaca di Grobogan niscaya makin berdaya.
Teruslah bergerak maju, Yulianto.
Sumber Foto: Yulianto Delaveras
13 Komentar
Sangat inspiratif! Semoga Sang Pejuang ini diberi kesehatan dan umur panjang agar dapat meraih cita2 mulianya di dunia literasi. Terima kasih sharing kisah ini yaa...
BalasHapusWah, mulia sekali ya mbak kegigihan mas yulianto agar anak2 di desanya cinta membaca. Semoga nt banyak yulianto2 lain yang peduli dg anak Indonesia untuk gemar membaca
BalasHapusAlangkah baiknya Indonesia jika ada semakin banyak Kak Yulianto. Tak menyerah di tengah keterbatasan. Bahkan saat dirinya sedang tersungkur. Dia mampu bangkit untuk meraih mimpi. Terharu sekali bacanya.
BalasHapusKeren banget Mas Yulianto ini ya. Walaupun banyak rintangan tapi tetap semangat untuk menularkan semangat membaca. Dari semangat membaca, jadi pustakawan hingga akhirnya punya perpustakaan sendiri di rumah.
BalasHapusSemoga usaha mas Yulianto makin sukses untuk memajukan literasi bagi anak2 di seluruh daerah, terutama Grobogan dan sekitarnya. Semangat terus untuk mas Yuliamto.
BalasHapusInspiratif dan keren banget Kak Yulianto dari Grobogan. Ia punya cita-cita serta impian yang begitu mulia.
BalasHapusSepanjang membaca kisah nya aku membayangkan, betapa gigih dan besar hatinya dalam memajukan literasi di wilayahnya. Ternyata tidak perlu sesuatu yang wah. Dengan niat dan tekad kuat, ia mampu mewujudkan impiannya dan membuat anak-anak bahkan orang dewasa mau membaca.
Ini persid serupa dengan impian ku. Pas tahun 2014 an. Aku pun ingin membuka perpustakaan gratis di rumah. Namun, sayang banget aku tidak berani mewujudkan karena masih merasa terbatas. Bismillah melalui kisah ini semoga saja beberapa tahun kedepan bisa ku wujudkan impian membuat perpus gratis di rumah.
Sedihnya pas baca part yg mas Yulianto ini sakit dan blm ada obatnya ðŸ˜ðŸ˜.
BalasHapusSaluuut banget dia masih gigih membangun taman bacaan untuk anak2 di sana, dan serius membangun perpustakaan semua anak2 bisa membaca. Krn memang kehidupan bisa diubah hanya dari pendidikan . Dan itu semua biasanya dari buku2.
Apapun supaya yg dilakukan mas Yulianto ini nantinya ga terputus begitu saja. Akan ada Orang2 yg mau melanjutkan supaya anak2 dan dewasa yg suka membaca di sana tetap ga terputus aksesnya dari buku.
Wonderful article, Mbak Dedew. Mantap storytellingnya.
BalasHapusSemoga cita-cita Yulianto tercapai ya dan memang untuk memutus mata rantai kemiskinan adalah dengan cara pendidikan.
Mas Yulianto sangat pantas mendapatkan penghargaan dari Satu Indonesia Award Provinsi Jawa Tengah kategori pendidikan. Kegiatannya yg bersentuhan dengan perpustakaan adalah bagian dari pendidikan yg akhir-akhir ini jarang dilirik.
BalasHapusSukses terus Mas Yulianto. Semoga akan bermunculan lagi Yulianto Yulianto lainnya.
Inisiatif ini sangat menginspirasi! Dengan memberikan akses pada literasi sejak dini, kita membuka pintu bagi anak-anak Grobogan untuk meraih mimpi mereka. Semoga program ini terus berkembang dan menginspirasi daerah-daerah lain.
BalasHapusAku juga punya mimpi yang sama seperti mas Yulianto. Semoga suatu saat nanti, aku bisa memajukan indonesia dari sisi literasi ya, entah dengan membangun rumah baca ataupun sebagainya.
BalasHapusProud of you Mas Yulianto, semoga makin banyak para generasi Indonesia yang mengeinspirasi dna memberikan manfaat banya bagi sekitarnya, dan sangat layak Mas Yulianto ini mendapatkan apresiasi, termasuk dari Satu Indonesia Award Provinsi Jawa Tengah kategori pendidikan
BalasHapusAah, terharu dengan kegigihan mas Yulianto.
BalasHapusDengan keteguhan dan kecintaannya terhadap dunia literasi, bahkan beliau pun gak ingin sendirian. Beliau mengajak anak-anak Desa Grobogan untuk bisa mencintai dunia literasi dan berpetualang kemanapun, tanpa batas.
Semangat teruuss, mas Yulianto dan kawan-kawan Grobogan.
Semoga Generasi Indonesia Emas mampu membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.