Halo Kawan Aksara,
Kamis lalu (04/07), aku
mengunjungi Festival Patjarmerah Kecil di Post Bloc, Jakarta Pusat. Patjar
Merah adalah festival literasi kecil dan pasar buku keliling Nusantara. Pendirinya
adalah penulis dan editor beken Windy Ariestanty. Kota Semarang pernah jadi kota tujuan festival
Patjar Merah dan berlokasi di Kota Lama dan meriah sekali.
Tahun ini, festival Patjar Merah
kembali diadakan di Jakarta. Hanya saja, kali ini giliran Patjarmerah Kecil
yang memeriahkan kegiatan literasi Indonesia. Namanya saja Patjarmerah Kecil,
jadi kali ini temanya buku anak-anak, ya!
Baca Juga: Peluncuran Buku Otta dari Paberland
Selain pameran buku, festival ini
dimeriahkan dengan berbagai workshop dan talk show seru dari insan perbukuan
mulai dari penulis buku anak, editor, pendongeng, ahli sejarah, ilustrator,
kepala sekolah, aktivis buku, dan banyak lagi yang tampil di festival ini.
Alhamdulillah, aku sedang di Bogor jadi bisa merapat ke Post Bloc hari itu. Aku dan teman-teman penulis janjian untuk menonton talkshow Kang Iwok Abqary penulis buku si Cemong Coak, bersama narasumber lain yaitu Mbak Maya Lestari GF mentor di Pusat Perbukuan, Mas Eka Kurniawan sastrawan dan tim kurator Sastra Masuk Kurikulum, dan Mbak Sekar Ayu dari Sekolah Kembang.
Bersama Mba Maya Lestari narasumber hari itu |
Narasumber pertama adalah Mbak
Maya yang juga penulis buku dari Yogyakarta. Ia memaparkan bagaimana ketatnya
proses kurasi buku-buku anak dan remaja yang diselenggarakan oleh SIBI
Kemdikbud. Tahun ini, ada dua kali kurasi dan workshop yang diikuti penulis dan
ilustrator buku anak. Dari 800 naskah yang dikirimkan penulis, terjaring 50
naskah yang mengikuti workshop pendampingan sebanyak tiga kali dan satu kali uji keterbacaan di sekolah-sekolah. Begitu seriusnya, SIBI Kemdikbud ingin menelurkan buku-buku
anak dan remaja yang berkualitas ya. Jadi, kalau kamu ingin naskahmu dikurasi
SIBI, persiapkan dari sekarang dan tunggu info tentang kurasi lagi ya tahun
depan!
Baca Juga: Festival NH. Dini
Menurut Mbak Ayu yang menjabat
sebagai Kepala Bidang Literasi dan Perpustakaan di Sekolah Kembang ini
menjelaskan bahwa otak manusia itu terus berkembang. Terutama perkembangan otak
anak. Jika awalnya anak-anak enjoy, menikmati buku-buku jenjang B1 untuk SD
kelas rendah, seiring kemampuannya membaca dan memahami bacaan meningkat, maka
ia akan meminta buku-buku yang lebih kompleks baik dari segi jumlah halaman,
hingga alur cerita yang lebih rumit. Ia akan meminta buku-buku jenjang B2, B3, dan
seterusnya.
Bersama Bang Eka Kurniawan semoga tertular kreativitasnya |
Tim kurator berusaha memperkenalkan
buku-buku sastra lama dari berbagai zaman kepada para murid sekolah. Jadi, yang
dikurasi tak hanya buku-buku terbitan terbaru saja tapi juga buku-buku lama
seperti buku Lupus karya Hilman yang hits pada tahun 90-an. Bang Eka juga
berusaha menjemput bola dengan mencari buku-buku terbitan baru dari berbagai
penerbit untuk dikurasi oleh tim mereka. Wah, jadi pengin menawarkan
buku-bukuku siapa tahu layak untuk dimasukkan jadi buku Sastra Masuk Kurikulum
ya, Kawan Aksara, hehe.
Pembicara terakhir yang jadi
idola para ibu adalah the one and only, Kang Iwok Abqary. Penulis yang punya
nama asli Ridwan Abqary ini berasal dari Tasikmalaya dan memiliki dua putri.
Kang Iwok, begitu ia biasa disapa punya segudang buku-buku anak dan remaja yang
diterbitkan berbagai penerbit ternama Indonesia.
Kali ini, Kang Iwok membahas behind the scene buku Si Cemong Coak yang diterbitkan SIBI Kemdikbud tahun 2022. Buku anak yang unik ini juga masuk list buku-buku yang masuk kurikulum sekolah untuk menjadi bahan bacaan. Keren, ya!
Novel anak ini berlogo jenjang C
untuk pembaca anak usia 10-13 tahun. Keunikan buku ini adalah tokoh utamanya
seekor kucing jalanan bernama Cemong. Jadi, ceritanya berasal dari sudut
pandang kucing ini. Bagaimana ia harus berebut makanan di bak sampah hingga
menyaksikan dua kucing jantan berebut wilayah kekuasaan. Seru!
Ide awal buku ini adalah dari
kehidupan sehari-hari Kang Iwok sebagai Bapak Kucing. Di rumahnya, ada puluhan
kucing yang ia selamatkan dari jalanan. Semua kucing di rumahnya adalah kucing
kampung yang kerap dipandang sebelah mata. Kang Iwok prihatin dengan populasi
kucing yang berlebihan atau over population.
Alhamdulillah, banyak insight
baru kudapatkan dari acara talkshow siang itu. Selain itu, aku juga mendapat
semangat baru untuk menulis buku anak lagi. Semoga tahun ini aku bisa
menerbitkan novel anak solo lagi ya, aamiin. Sekian dulu liputanku dari
Patjarmerah Kecil, semoga bermanfaat ya, Kawan Aksara!
0 Komentar