Halo Kawan,
Senin lalu
(28/07), aku menghadiri Lokakarya menulis Dongeng Berbasis Kearifan Lokal di
Balai Bahasa Jawa Tengah. Acara ini terselenggara berkat kerjasama Forum Sastra Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah dan Satupena Kabupaten Semarang. Oh iya, kini Balai Bahasa Jateng sudah pindah kantor lho.
Tadinya, BBJT berlokasi di Banyumanik, Semarang. Kini, BBJT menempati gedung di
Jalan Diponegoro, Ungaran, Kabupaten Semarang. Bertetangga nih denganku. Jadi,
kalau ada acara literasi bisa langsung melipir ke sana.
Ya, Mas Wiwien ini penulis serba bisa. Ia jago menulis cerita silat sejarah, hingga cerita remaja seperti teenlit. Ia yang terbiasa di zona nyaman menulis cerita remaja atau young adult, menantang dirinya untuk menulis cerita sejarah. Maka lahirlah Elang Menoreh yang ditulis selama 8 tahun, wow.
Siang itu, Mas
Wiwien memaparkan materi dengan santai dan banyak bercandanya. Beliau membuka
lokakarya dengan mendongeng asal mula Genuk, nama sebuah wilayah di Semarang.
Ceritanya yang lucu sontak membuat kantuk peserta hilang, hehe.
Baca Juga: Rahasia Sukses GLN ala Kak Dira
Menurut James
Danandjaja, dongeng
adalah suatu cerita rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh empu
cerita. Dongeng tidak terikat oleh suatu tempat atau waktu. Sebab dongeng
diceritakan untuk menghibur. Menurut Mas Wiwien, dongeng itu adalah cerita yang
mengandung tokoh bukan manusia, latar waktunya bukan sekarang dan tempatnya
tidak pasti.
Ada beberapa ciri-ciri
dongeng, diantaranya:
1. 1. Disebarkan secara lisan.
2.
Disebarkan untuk waktu yang lama.
3.
Penulisnya bersifat anonim atau tak dikenal.
4.
Terdapat banyak versi.
5.
Bersifat pra logis atau biasanya ceritanya tidak
masuk akal atau berupa fantasi.
6.
Cerita milik bersama karena tidak diketahui
siapa penulisnya
Apa sih dongeng berbasis kearifan lokal itu? Menurut Mas Wiwien, kita mengambil ide cerita dongeng berdasarkan hal-hal yang ada di sekitar kita. Banyak hal bisa menjadi ide dongeng dengan kearifan lokal ini. Ide cerita bisa kita ambil dari nama tempat di daerah kita, jenis kuliner, upacara yang diadakan, tokoh yang terkenal di daerah itu dan banyak lagi topik lainnya.
Misalnya saja
asal mula Kampung Bustaman yang ternyata diambil dari kampung tempat tinggal
Kyai Bustaman, seorang penerjemah bahasa Belanda dan penulis buku di Semarang.
Menulis dongeng
yang merupakan kisah khayalan yang tidak benar-benar terjadi tak perlu
menggunakan metode yang terlalu teknikal dan saintifik. Ambil hal-hal menarik
sekitar kita, jadikan ide cerita dongeng karya kita. Tak apa-apa kita mengarang
indah tentang asal mula tahu baxo, misalnya.
Tips Menulis Dongeng untuk Anak
Menurut penulis
50 an buku ini, inilah saatnya menulis dongeng yang mengandung kebaruan. Jangan
melulu menulis dongeng lawas seperti Si Kancil Mencuri Ketimun, Bawang Merah
dan Bawah Putih, dan Timun Mas, misalnya. Saatnya membuat dongeng baru yang
menghibur anak-anak. Luaskan imajinasi dan ide kalian sebagai penulis.
Maksimalkan imajinasimu. Baca buku-buku dongeng dan fantasi atau film fantasi yang
banyak untuk memperkaya ide ceritamu, memantik imajinasimu.
Bagaimana cara penulisannya? Cara penulisan dongeng sama seperti penulisan jenis tulisan lainnya. Tapi, kita berusaha menulis dengan ide-ide yang lebih segar dan baru. Perlu diingat, biasanya dongeng berupa fantasi karena ceritanya bukan cerita di kehidupan sehari-hari dan biasanya di luar nalar. Jangan lagi menulis dongeng dengan pembuka berupa pada suatu hari atau pada zaman dulu kala. Hehe. Kalian bisa mengawali dongeng langsung dengan dialog dan aksi yang memikat pembaca.
Baca Juga: Kenal Lebih Dekat dengan Sokat, Penulis Skenario
Topik dongeng yang menganak dan dialami oleh anak, selipkan unsur-unsur yang lucu dan menghibur dalam dongeng untuk anak-anak. Gunakan bahasa yang sederhana, mudah dipahami oleh anak-anak. Menganak, ya.
Lalu, Hindari
cerita yang menggurui karena akan membosankan bagi anak-anak. Anak-anak sudah
lelah dinasehati orang dewasa. Jangan sampai, dalam sebuah cerita yang harusnya
menyenangkan eh tiba-tiba ada tokoh dewasa yang hobi menasehati dan menyelesaikan
masalah yang dihadapi si tokoh utama anak-anak.
Belajarlah dari cerita Harry Potter dkk karya JK. Rowling. Bagaimana Harry dan teman-temannya menghadapi masalah pelik di Hogwarts dan berusaha memecahkan dan mencari solusi masalah mereka sendiri. Tidak pakai bantuan orang dewasa, ya.
Gunakan kalimat yang singkat dan padat. Jangan bertele-tele. Persingkat jumlah kata yang kita gunakan. Dalam satu kalimat sebaiknya maksimal 10 kata. Atau disesuaikan dengan usia anak. Semakin kecil usia anak, semakin sederhana dan sedikit jumlah kata yang digunakan.
Kita bisa memodifikasi cerita dongeng yang ada agar lebih fresh. Misalnya kisah Rawa Pening. Ketika Rawa Pening selesai dibangun, apa yang dilakukan oleh tokoh utama? Apakah ia membuka tempat memancing? Atau tempat wisata kuliner? Hehe. Dongeng-dongeng dan cerita rakyat yang ceritanya vulgar dan tak cocok untuk anak pun bisa kita rombak dan revisi lagi agar lebih sesuai untuk dibaca anak-anak. itulah tips dari Mas Wiwien, komplit ya. Sudah siap menulis dongeng kekinian?
Sumber Foto: Reni Sularsih
0 Komentar