Halo Kawan,
Bulan ini, Ruang Aksara akan berbagi ilmu lewat Kelas Menulis Cerita Anak. Sudah tahu kan cerita pendek tentang kehidupan sehari-hari untuk anak yang biasa dimuat di Bobo? Nah, kita bakal belajar bareng!
Dian Onasis, Penulis Buku Anak Yang Tak Pernah Lelah Belajar |
Di kelas menulis Ruang Aksara bulan Maret ini, Uni Dian Onasis akan berbagi ilmu serta tips dan trik menulis cerita anak untuk teman-teman yang keren!
Setelah materi selesai, ada tugas menulis cerita anak dan tiga peserta yang paling cepat selesai tugasnya akan diulas ceritanya oleh Uni Dian, ya. Asyik kan, belajar langsung dari ahlinya!
Diharapkan setelah kelas ini selesai, para peserta mampu membuat cerita anak yang seru dan menghibur, ya!
Baca Juga: Kelas Cernak bareng Uni Dian Onasis
Tak kenal maka tak sayang, sebelum belajar bareng kita mengobrol dengan Uni Dian dulu yuk tentang karir kepenulisannya. Semoga bisa menjadi inspirasi untuk kawan-kawan ya!
Uni Dian yang memiliki tiga orang buah hati ini cukup produktif, lho. Buku-buku karyanya sudah banyak diantaranya Aku Sayang Kakakku, Odie dan Pencuri Negeri Layn, Sihir Otir, Misteri Pola Lingkaran, Yuk, Keren Berinternet, hingga Tuing-Tuing si Ikan Terbang.
Selain menulis dan mengurus tiga buah hatinya, Uni Dian juga rutin berbagi ilmu menulis cerita anak di kelas menulisnya.
Uni juga tetap rajin menimba ilmu penulisan di berbagai kelas online yang diikutinya. Tak hanya itu, ia juga aktif ikut berbagai lomba menulis. Duh, bagaimana bagi waktunya ya, Uni? Berikut wawancara Ruang Aksara dengan Uni Dian Onasis.
Hai Uni, saya penasaran awal mula Uni terjun jadi penulis cerita anak. Apakah latar belakang pendidikan Uni berkaitan dengan dunia menulis?
Uni: Awalnya saya nggak pernah terpikir menjadi penulis cerita anak. Latar belakang saya adalah ilmu hukum, dan saya punya cita-cita menjadi dosen dan guru besar di kampus tempat saya kuliah. Tapi kemudian, Allah menggariskan hidup saya jadi berbeda. Saya sulit punya keturunan.
Jadi setelah berjuang punya anak, akhirnya di tahun ke 9 penikahan, saya hamil dan bayinya kembar. Ternyata salah satu (bayi laki-laki yang diberi nama Miftah, diambil Allah dalam kandungan usia 29 minggu). Singkat cerita, hanya bayi perempuan bernama Salsabila yang berhasil selamat.
Awal-awal, tentu saja saya merindukan sosok bayi kembar di rumah. Semua perlengkapan sudah siap untuk dua bayi. Tapi, akhirnya saya sadar. Ini sudah ketetapan Allah. Saya sudah menulis diary, membaca Quran, sholat, curhat ke orang tua dan suami, tapi perasaan rindu pada almarhum Miftah ini nggak tertahankan. Akhirnya saya pikir, mungkin kalau saya buat cerita anak-anak menggunakan nama Miftah di salah satu karakternya, maka bisa mengobati rindu saya.
Kebetulan di saat saya sedang ingin sekali menulis cerita anak, Majalah Bobo menyelenggarakan lomba menulis cerita misteri untuk anak. Saya terpikir sebuah judul Teka Teki Telapak Tangan. Alhamdulillah, setelah belajar menulis secara otodidak, dimana saya belanja beberapa belas majalah anak bekas.
Saya baca semua cerita pendek di majalah-majalah tersebut, saya pelajari jumlah kata, pilihan kata, jumlah kalimat, opening, konflik dan ending.
Saya mengandalkan kemampuan riset saya sebagai dosen. Lalu saya membuat simpulan atas riset saya. Lalu saya mulai menulis.
Baca Juga: Tips Menang Lomba Menulis
Awalnya, naskah cerpen untuk ikut lomba itu memiliki sekitar 2000 kata. Saya harus memenggalnya, karena syarat lomba tidak boleh lebih dari 1000 kata. Kemudian saya kirimkan.
Nama tokoh utama dalam cerita pendek anak itu salah satunya Miftah. Singkat cerita, saya ternyata masuk 15 cerita pilihan terbaik. Uang senilai 500 ribu di tahun 2009 itu masuk ke rekening saya dan saya juga menerima bukti terbit kumpulan cerita majalah Bobo ada nama dan cerpen saya di dalamnya.
Akhirnya, saya berpikir, sepertinya ini jalan atau terapi buat saya. Saya sering mereka-reka seperti apa kalau Miftah ada. Lalu saya buatkan karakter.
Karena itu, saat saya belajar menulis cerita pendek di kelas online pertama kali, tokoh utamanya anak kembar laki-laki dan perempuan. Saya membayangkan kedua anak saya masih ada. Dari situ, lahirlah tokoh Salman dan Salsa.
Jadi, boleh dibilang, masuknya saya ke dunia cerita anak ini jauh dari latar belakang pendidikan. Justru karena alasan sangat personal di atas.
Wah, keren sekali proses Ini Dian jadi penulis. Terus, Belajar menulis cerita anak dari siapa?
Uni: Awalnya, ya, otodidak. Beruntung saya ini sukaaa sekali membaca. Sejak kecil, saya sudah terbiasa lihat orang tua saya baca buku. Mereka juga membelikan majalah Bobo dan Ananda secara rutin, bahkan berlangganan saat saya masih SD. Artinya, dasarnya saya sudah punya modal karena suka membaca.
Lalu saya riset sendiri, belajar sendiri. Namun, kemampuan otodidak ini harus didukung ilmu yang benar.
Makanya saya rajin sekali ikut kelas online menulis cerita anak. Kelas pertama saya adalah kelas yang dimentorin Kang Iwok Abqary. Dilakukan secara online tahun 2009.
Kemudian di tahun 2010 ikut audisi naskah Tiga Serangkai terkait First Novel, lewat komunitas Forum Penulis Bacaan Anak atau FPBA (Paberland). Di PBA, saya kenalan dengan banyak “guru” saya, antara lain Teh Ary Nilandary. Baru kemudian tahun 2011, saya ikut workshop Kelas Ajaibnya Bhai Benny Rhamdani.
Saya suka sekali kelas menulis. Baik online maupun offline. Kalau dihitung-hitung, dari tahun 2009 hingga tahun 2021, sudah lebih 75 kelas online yang saya ikuti. Awalnya hanya cerita anak, lalu berlanjut ke semua genre. Fiksi dan Non Fiksi. Dari kelas yang gratisan, murah hingga mahal.
Mengapa Uni memutuskan memilih menulis cerita anak? Bukan genre lain?
Uni: Menulis cerita anak itu awalnya terapi bagi hati saya. Semakin sering saya menulis cerita anak, semakin bahagia hati saya. Buat saya cerita anak itu membahagiakan. Hubungan antar penulis cerita anak juga nggak banyak drama dibandingkan genre lain. Hehehe.
Saya baru berani menyatakan diri sebagai penulis itu, sejak tahun 2010. Saat karya solo saya berupa novel anak berjudul Odie dan Rahasia Ransel Ajaib terbit. Lalu saya memantapkan diri belajar lebih tekun dan banyak menulis cerita anak.
Bisa ceritakan dari mana ide buku-buku karya Uni? Misalnya Sihir Otir, bukunya seru!
Uni: Boleh, saya senang menceritakan proses kreatif Sihir Otir. Meski setiap cerita anak yang saya tulis selalu ada kisah lucu atau mengesankan saat menuliskannya, namun Sihir Otir ini lumayan unik.
Picbook Sihir Otir lahir dari workshop Room to Read. Sebagai salah satu alumni di tahun sebelumnya, saya tahu, saya harus punya banyak ide untuk digelontorkan selama workshop. Jadi saya menyiapkan banyak amunisi dalam hal ini buku-buku cerita di dalam koper saat menuju kota Yogyakarta, tempat workshop berlangsung.
Sebelum berangkat, saya janjian sama suami di airport. Saat menunggu, saya iseng mampir ke toko buku di bandara dan menemukan dua buku berbahasa Inggris terkait latar belakang pembuatan novel Harry Potter. Buku tersebut saya beli dan saya baca selama menunggu suami datang.
Saat workshop, kita diwajibkan presentasi naskah. Saya maju dan mempresentasikan 1 naskah saya tentang perahu bidar. Namun sebelumnya, saya sudah membuat naskah back up.
Saat itu saya teringat menuliskan naskah back up berjudul Sihir Otir, kisah Tongkat Sihir yang dibuang dan menjadi pohon. Ide tongkat sihir ini muncul dari menggali ingatan saya terkait buku yang saya beli di airport sebelum terbang ke Yogya.
Ternyata, naskah pertama yang saya presentasikan, ditolak secara halus oleh ketua mentor di sana. Alfredo namanya. Saya nggak mau ditolak begitu saja, lalu saya meminta waktu sedikiiit, untuk dibolehkan mempresentasikan naskah back up saya. Ya Sihir Otir itu. Ternyata Alfredo dan tim mentor tertarik.
Awalnya cerita Sihir Otir itu endingnya menyedihkan. Saat proses pembuatannya, editor dan para mentor keberatan dengan naskah berunsur sedih.
Saya putar otak, dan nekad mencoba naskah itu menjadi berima serta mencoba menambahkan unsur komedi. Terus terang, sebagai orang yang cenderung serius, sulit buat saya membuat cerita anak yang ada unsur humornya.
Namun, berkat kerjasama saya dan tim, baik mentor, editor, layouter dan terutama ilustrator, akhirnya naskah itu lahir setelah melewati sekitar 13 kali revisi.
Alhamdulillah, sekarang picture book Sihir Otir sering digunakan oleh banyak ibu muda yang menyukai read aloud.
Bagaimana membagi waktu menulis dan pekerjaan lain? Oh, Iya ada jadwal menulis khusus tidak?
Uni: Awalnya waktu belum punya anak, menulis itu nggak ada masalah. Artinya saya melakukannya kapan saja saya bisa. Waktu itu saya sedang sekolah ilmu hukum lagi, saya cukup rutin menulis di blog saja. Namun, setelah punya anak, saya memilih fokus pada anak. Jadi menulis dilakukan saat anak tertidur.
Ketika Billa putri sulung saya sudah sekolah, biasanya saya bawa laptop di tas punggung, lalu duduk manis di kantin sekolahnya dan menulis. Hingga kehamilan kedua pun saya getol menulis. Saya produktif di tahun 2011-2013, karena melahirkan 6 novel anak dan banyak sekali antologi di era tahun itu.
Saya memilih membersihkan rumah sendiri pada awalnya. Tapi sering sekali merasa letih menulis karena kecapekan beresin rumah. Akhirnya saya membayar asisten rumah tangga beberapa jam. Jadi saya hanya merapikan rumah sore dan malam hari, tanpa terlalu banyak pekerjaan. Sehingga saya bisa menulis dengan cukup tenang dan tidak kelelahan.
Saya juga jarang masak. Sering beli lauk jadi. Jadi memasak tidak masuk daftar pekerjaan rutin saya. Saya masak jika anak-anak minta sesuatu atau suami ingin sesuatu. Di luar kondisi itu, saya membeli lauk jadi atau catering.
Saya tidak punya jadwal menulis khusus. Setiap kali saya punya waktu luang, saya menulis. Ini sekarang kebiasaan saya. Sehari itu wajib menulis, meskipun hanya 30 menit.
Kalau lagi beruntung, saya bisa menulis selama 2 sampai 4 jam sehari. Biasanya ini saat subuh ataupun setelah anak-anak tertidur. Saya juga memperbanyak waktu membaca. Biasanya sambil memberi ASI pada bayi saya, saya akan membaca.
Saya menyukai buku fisik daripada e-book. Dalam sebulan saya bisa membaca lebih dari 8 buku. Ini selama pandemi. Sebelumnya saya hanya paling banyak 3 atau 4 buku sebulan.
Kecuali buku cerita anak bergambar, ini bisa puluhan hingga ratusan saya selama setahun. Oh iya, saya sering menulis di laptop. Tapi kalau lagi ada ide, dan tak di dekat laptop, saya memaksimalkan penggunaan ponsel saya dan kertas serta pena tetap jadi senjata juga.
Selama masa pandemi, saya sering menulis, saat bayi Oki sudah tertidur siang, dan anak-anak yang besar sudah selesai PJJ-nya.
Boleh dibilang, saya memiliki waktu lebih banyak selama pandemi karena tidak kecapaian akibat menjadi supir antar jemput sekolah anak-anak. Sehingga kegiatan literasi saya cukup terjaga saat ini.
Menulis bisa 30 menit hingga 3 jam sehari, meskipun waktunya tak tentu, bisa pagi, sore atau malam. Kemudian, tetap mengajar kelas online serta ikut belajar di beberapa kelas online yang menarik perhatian saya untuk menambah pengetahuan sebagai penulis dan mentor menulis.
Wah, terima kasih bincang-bincangnya ya Uni, Insya Allah menginspirasi kawan-kawan Ruang Aksara untuk berkarya! Semoga sehat dan bahagia selalu. Ditunggu karyanya, ya!
34 Komentar
Senangnya baca sharing dari Uni Dian Onasis.Ternyata awal menulis cerita anak otodidak dan dilandasi alasan personal, sebagai terapi tepatnya. Dan jadi diingatkan jika rutin meski 30 menit tetap menulis setiap hari...wah,perlu ditiru ini
BalasHapusAyo semangat menulis mbak. Hehehe. Hanya 30 menit sehari selama terus latihan, insyaAllah ada hasilnya
HapusJadi bisa dikarenakan pengalaman pribadi untuk menjadi sebab menulis, ya Mbak
BalasHapusmenulis juga perlu dijadikan rutinitas dan waktunya juga sebisa kita yaa.
terima kasih banyak ya, Mbak. Saya jadi mendapat inspirasi menulis juga nih, harus rajin juga dan teratur
Alhamdulillah.. semangat ya mbak
HapusMau belajar nulis buku anak deh mbaaaa.. jadi nulis awalnya terapi ya untuk uni Dian.
BalasHapusKonsisten yaa uni dalam menulis minimal 30 menit dalam sehari 😍
Ayo ikutan kelas ruangaksaraku...
Hapuswow. Salut untuk mbak Dian Onasis. Walau udah jadi penulis, sudah punya karya tetap rajin ikut kelas menulis baik online maupun offline. Sebuah semangat yang wajib di tiru, bahwa menambah pengetahuan itu penting banget buat pengembangan kemampuan diri
BalasHapusBelajar membuat kita tetap semangat menulis. Perasaan cukup sering mematikan ide juga hehehe
HapusMashaAllah~
BalasHapusSenang sekali melihat Uni Dian yang senantiasa berbagi ilmu di tengah-tengah kesibukannya mengurus anak-anak. Dan ini tentu menjadi penyemangat bagi yang baru memulai menulis cerita anak.
MasyaAllah.. makasih mbak
HapusMasya Allah, pengalaman pahit jika diolah positif akan melahirkan karya luar biasa ya Mba. Salut sekali dengan kekuatannya Uni, hingga akhirnya menemukan cara untuk self healing dengan menulis.
BalasHapusSeorang ibu harus jaga kewarasan diri. Hehehe. Menulis adalah salah satu cara yg cocok sama saya mbak
HapusSenang sekali membacanya mba, mba Dian ini makin inspirasi ya, apalagi berbagi ilmu terus.
BalasHapusAmiiiin
HapusPembagian waktu antara menulis dan kesibukan mengurus rumah Mbak Dian, sepertinya perlu ditiru. Selama ini kadang saya juga merasa lelah menulis karena sudah capek beres-beres rumah. Apalagi kebiasaan membaca dan menyisihkan setidaknya 30 menit untuk menulis setiap harinya, patut ditiru. :)
BalasHapusSaya ngandalin bantuan art juga bbrp jam mbak. Hehehe
HapusMantap sekali sharing dari mbak Dian. Emang harus disisihkan waktu buat menulis setiap hari ya mbak, walaupun cuma 30 menit tapi kalau rutin setiap hari kan lumayan banget. Semoga selalu menginspirasii
BalasHapusAmiiiin mksh...
Hapuswih, uni dian emang mantap banget. alhamdulillah saya juga banyak belajar dari uni tentang pembagian waktu menulis dan urusan rumah tangga.
BalasHapusAihhh omma... kita mah saling belajar ya hehebe
HapusSenangnya bisa mengenal uni Dian, membaca kisah perjalanannya sebagai penulis. Sayapun serius menulis karena persoalan pribadi, curhat-curhat lewat tulisan. Tulis sendiri, baca sendiri, terus simpan dibuku agenda. Yaah gitu-gitulah.
BalasHapusKalau Uni Dian berhasil menjadikan tulisannya karya buku, saya berhasil menyimpannya dalam diary, hahaha.
Sampe sekarang saya juga masih nulis diary mbak. Hehehe
HapusDuh saya sampai saat ini belum berani ikut kelas menulis online soalnya belum pede. btw keren sekali ya Uni Dian bisa mmebagi waktunya untuk menulis buku dan pekerjaan rumah tangga.
BalasHapusPadahal tinggal ikuti sharing mentor saja mbak. Hehehe
HapusTernyata habit menulis itu harus dirutinkan yaaa... Luar biasa ini Uni Dian yang semangat menulis dan membacanya selalu ada di setiap helaan napas. Bahkan ide awal menulis pun lebih ke alasan personal ya. Alhamdulillah bisa terus memantik semangat menulis hingga kini.
BalasHapusIya mbak. Biar terus berlatih
HapusWonderful uni :)
BalasHapusYou are too sweet Gita... 🥰
HapusWah harus ditiru nih semangat belajar dan disiplin rajin menulis tiap hari... Mantaps...
BalasHapusSaya juga msh terus berjuang ini hehehe
HapusMasyaAllah kereen Uni Dian, terima kasih Mba Dewww dan Ruang Aksara yang sudah mengulas rahasia keren ala Uni ❤
BalasHapusmasyaAllah...... makasih Viana
HapusYa Allah, seneng banget baca tulisan ini. Keren. Saya juga termasuk yang sulit nulis cerita anak yang bahagia karena orangnya serius. Gak sabar ikutan kelasnya. 😀
BalasHapussaya juga serius orangnya, he he he
Hapus